BAB
I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Dalam filsafat Pendidikan Islam salah satu tokoh Pendidikan Islami yang
masuk kategori moderat, dalam arti di tengah label tradisional dan modern,
adalah Abdurrahman Saleh Abdullah (selanjutnya disebut Abdurrahman), seorang
pemikir Pendidikan Islami jebolan Universitas Ummul Qura` Makkah Saudi Arabia.
Dalam percaturan tokoh-tokoh muslim Indonesia, salah satu tokoh penting yang
juga merupakan jebolan universitas ini adalah KH. Said Aqil Siraj, yang kini
menjadi ketua umum organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul
Ulama (NU).
Melalui karyanya yang berjudul :Educational Theory : a Qur`anic Outlook,
yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Teori-teori Pendidikan
Berdasarkan al-Qur`an, kita dapat membaca bangunan pemikiran Pendidikan Islami
Abdurrahman secara cukup komprehensif. Buku berisi 237 halaman (buku original
berbahasa inggris 239 halaman dan diterbitkan oleh Educational and
Psychological Research Center, Faculty of Education, Ummul Qura University).
Buku ini menjadi referensi penting bagi siapapun yang ingin mempelajari
konsep Pendidikan Islamii yang berbasis al-Qur`an. Karena memang buku ini
menggali dan membahas teori dan filsafat pendidikan menurut sudut pandang al
Qur’an.
BAB II
Pembahasan
Mengawali kajian dalam buku tersebut Abdurrahman memulainya dengan
pembahasan tentang teori dalam al-Qur`an tentang pendidikan. Tinjauan
Abdurrahman mengenai teori al-Qur`an tentang pendidikan, memberikan kesan
yang agak berbeda dengan yang telah ada sebelumnya, yang mengesankan
tradisional dan pengkajiannya ini bahkan dapat digolongkan sebagai satu
keberanian sekalipun menurut kalangan tertentu, tidak diperoleh suatu hal yang
baru di dalamnya.
Konstruks pemikiran yang ditulis Abdurrahman dalam
buku ini mencoba untuk melengkapi beberapa poin kritis tentang kajian teori
pendidikan berbasis al-Qur`an yang luput ditangkap dalam beberapa karya tulis
senada oleh para pemikir semasanya seperti Majid al-Kilani dan Ali K. Modawi.
Posisi Abdurrahman dalam jajaran kaum intelektual
Pendidikan Islami cukup diperhitungkan karena ia menjadi salah satu tokoh yang
terlibat dalam konferensi internasional pendidikan Islam di Makkah pada tahun
1977 bersama tokoh sekaliber M. Nequib al-Attas. Sebagaimana dimaklumi bahwa konferensi tersebut
telah melahirkan keputusan-keputusan penting terkait rumusan-rumusan pendidikan
Islam yang kemudian menjadi acuan bagi umat Islam sedunia.
Beberapa konten yang dikupas penulis berkaitan dengan Pendidikan Islami
antara lain tentang teori, eksistensi manusia dalam pendidikan, ilmu dan akal,
tujuan pendidikan, materi serta metode pendidikan.
1.
Teori
Pendidikan
Tentang Teori pendidikan, menurut
Abdurrahman, untuk mendapatkan suatu teori pendidikan dari al-Qur`an dituntut
suatu keberanian tersendiri untuk melakukan kontinuitas ijtihad, sehingga al-Qur`an
tidak menjadi sekedar simbolisme keagamaan dan sekedar mutiara hikmah yang
dianggap sakral.
Al-Qur`an seharusnya melahirkan fondasi ideologi Islam. Maka dari itu
setiap permasalahan Pendidikan Islami harus dirujukan kepada pemahaman dasar
prinsipnya. Dan al-Qur`an sendiri banyak mengandung prinsip-prinsip pendidikan.
Namun agaknya masih tetap sulit menemukan benang merah antara Pendidikan
Islami dengan konsep-konsep yang terdapat dalam al-Qur`an. Sebagai contoh :
kata Tarbiyah misalnya yang berasal dari kata rabb, masih
dipahami berbeda oleh para pemikir Pendidikan Islami. Qurtubi berpendapat bahwa
ia bermakna description given to anyone who perform a thing in a complete
manner. Sementara ar-Razi memaknainya ada perbedaan antara Tuhan sebagai
pendidik dan manusia sebagai pendidik. Allah sebagai pendidik bermakna bahwa
Dia Maha Tahun kebutuhan peserta didik-Nya, Karena Dia sebagai pencipta.
Term lain yang dikaitkan dengan konsep pendidikan adalah kata Qur`an dan kitab. Al-Qur`an diambil dari qara`a yang berarti membaca
dan kitab dari kata kataba yang artinya menulis. Kedua kata ini dapat
dikaitkan dengan Pendidikan Islami, namun problemnya adalah bagaimana menyerap
konsep pendidikan dari al-Qur`an tersebut.
Al-Qur`an sebagai sumber primer Pendidikan Islami haruslah dieksplorasi
untuk mendukung dan menjadi basis sistem pendidikan secara keseluruhan, dengan
tidak menafikan ilmu-ilmu lain. Peserta didik semestinya diajak untuk lebih
mampu menangkap makna yang terkandung dibalik kalam Allah, karena symbol-simbol
yang beberkan Tuhan melalui ayat-ayat-Nya tidak akan memberika makna berarti
tanpa melakukan upaya-upaya ijtihadi untuk menangkap maknanya.
2.
Eksistensi manusia dalam pendidikan
Terkait eksistensi manusia dalam pendidikan, Abdurrahman menjelaskan
bahwa manusia merupakan sentral utama yang dituju dalam proses pendidikan.
Seorang pendidik akan sukses bila ia memiliki pemahaman yang lengkap tentang
manusia sebagai subyek didiknya.
Beberapa hal yang harus dipahami terkait eksistensi
manusia dalam pendidian adalah : 1) Konsep manusia sebagai khalifah di muka
bumi, 2) Fitrah manusia dalam proses kependidikan, 3) Hubungan Fitrah dan Ruh,
4) Kehendak Bebas Manusia, dan 5) Implikasi Kependidikan.
Dalam term al-Qur`an eksistensi manusia dalam pendidikan dapat dipahami
melalui pemaknaan kata khalifah di muka bumi, yang tertera dalam Q.S.
al-Baqarah (2) : 30 :
ø øŒÎ)ur
tA$s%
š•/u‘
Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9
’ÎoTÎ)
×@Ïã%y`
’Îû
ÇÚö‘F{$#
Zpxÿ‹Î=yz
(
Artinya :“ ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi."
Abdurrahman, menjelaskan makna khalifah dengan cukup eksploratif dan
kritis. Menurutnya khalifah berasal dari kata khalafa yang
artinya mengganti dan melanjutkan. Secara terminologis khalifah berarti person
yang menggantikan person lain. Dan secara filosofis setidaknya ada tiga
pandangan yang menjelaskan makna khalifah :
1. Manusia sebagai species telah menggantikan species
lain yang sejak itu manusia bertempat tinggal di bumi. Karena diakui bahwa jin
mendahului manusia maka manusia sebagai pengganti jin,
2. Manusia dipahami sebagai sekelompok masyarakat
yang menggantikan kelompok masyarakat lain, dan
3. Proses istikhlaf dianggap lebih penting menjadi fokus pembahasan
khalifah karena dinyatakan bahwa khalifah tidak secara sederhana menggantikan
yang lainnya, yang secara nyata memang benar-benar khalifah Allah.
Dan sebagai khalifah manusia sangat potensial untuk dapat mengembangkan
kemanusiaannya dengan meneladani sifat-sifat Allah untuk meraih kualitas dalam
bentuk prestasi dan tiada henti berkreasi di muka bumi secara produktif.
3.
Ilmu dan akal
Tentang ilmu dan akal, Abdurrahman
meng-eksplanasikan urgensi ilmu pengetahuan bagi manusia, nilai lebih manusia
karena akal yang membuatnya menjadi makhluk paling cerdas, dan korelasi
peradaban manusia dengan perkembangan bahasa sebagai kunci awal lahirnya
peradaban manusia itu sendiri.
Pengetahuan (knowledge) adalah salah satu perlengkapan dasar manusia
dalam menempuh kehidupan ini, dan kepribadian manusia sangat dipengaruhi oleh
kualitas dan kuantitas yang diperolehnya. Demikian Abdurrahman menegaskan
pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia.
Beberapa term yang diusung al-Qur`an untuk mengungkapkan ilmu pengetahuan
antara lain menggunakan kata ‘ilm dan ma’rifat. Secara etimologis
keduanya berarti sama, yaitu pengetahuan. Tetapi secara terminologis,
Abdurrahman membedakan kedua term tersebut. ‘Ilm menurutnya mempunyai
pengertian yang lebih luas, sementara ma’rifat menunjuk pengertian salah
satu aspek pengetahuan saja. Dengan demikian maka ‘Ilm lebih tinggi
tingkatannya dibandingkan ma’rifat karena ‘ilm ini tidak terbatas
pada satu aspek pengetahuan sebagaimana tingkat ma’rifat.
Anti tesis dari term ‘ilm dan ma’rifat adalah term jahl yang
berarti bodoh dan merupakan kebalikan dari ‘ilm. Kata ini menunjuk
kepada tiga pengertian terminologis. Pertama, menunjuk kepada orang yang tidak
mempunyai pengetahuan. Kedua, berarti pikiran picik, dan ketiga mengungkapkan
pola dasar tingkah laku yang menyimpang dari ajaran Allah.
4.
Tujuan pendidikan
Tentang tujuan pendidikan, Abdurrahman
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menggali dan meningkatkan potensi
peserta didik, sehingga ia dapat memfungsikan secara optimal kedudukannya
sebagai khalifah di muka bumi. Dan untuk mencapai tujuan ideal tersebut,
kurikulum sekolah harus dirancang sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar,
aktivitasnya harus didesain dalam berbagai bentuk sehingga subyek didik bisa
mencapai tujuan yang dikehendaki.
Dalam konteks penyusunan kurikulum di atas, Abdurrahman sedikit berbeda
dengan pakem sistem pendidikan yang diterapkan di universitas Ummul Qura dimana
ia belajar. Saat itu sistem pendidikan Ummul Qura masih menggunakan traditional
approach yang mengutamakan hafalan dibandingkan metode analisis kritis.
Bagi Abdurrahman, muatan kurikulum harus disusun dan
dirancang tidak hanya mengembangkan kemampuan dan kepentingan dunia oriented
tetapi juga meningkatkan etos dan martabat manusia yang kelak akan
menghadap Tuhannya di hari akhirat. Hal ini menegaskan bahwa tujuan Pendidikan Islami jauh lebih luas dan
mendasar dibandingkan dengan tujuan pendidikan secara umum. Dan ini berkorelasi
kuat dengan konsep manusia sebagai khalifah yang tugas utamanya adalah mengabdi
kepada Tuhannya baik secara vertical maupun horizontal.
Disamping itu tujuan Pendidikan Islami yang paling puncak adalah
tercapainya derajat manusia sebagai manusia sempurna, insan kamil, man’
completion, yang berkedudukan mulia di sisi Tuhannya.
5.
Materi pendidikan
Tentang materi pendidikan, Abdurrahman
menegaskan bahwa materi, isi, konten atau kurikulum bukanlah tujuan akhir dari
sebuah proses pendidikan, tapi ia adalah sarana untuk mencapai tujuan yang
lebih ideal. Materi pendidikan harus fleksibel dan bisa dimodifikasi dalam berbagai cara
untuk pencapaian sebuah tujuan.
Bagi Pendidikan Islami, segala sesuatu yang berkaitan dengan al-Qur`an dan
Hadits serta bahasa al-Qur`an menjadi prioritas utama dari sebuah acuan
pendidikan. Muatan sebuah kurikulum harus juga memasukan ilmu pengetahuan yang concern
dengan kajian alam (al ‘ulum al kauniyah).
Sementara, sebagaimana dipotret Abdurrahman, dalam proses pendidikan Islam
masih banyak ditemukan kurikulum pendidikan Islam yang bersifat stagnan dan
menerapkan dualisme kurikulum dan belum adanya upaya serius yang dilakukan oleh
para penggagas praktek pendidikan Islam untuk melakukan inovasi brilian. Jikapun
mereka melakukan inovasi, selalu yang dijadikan rujukan adalah sistem
pendidikan barat yang memiliki basis nilai berbeda dengan pendidikan islam
dengan mengadopsinya tanpa memodifikasinya secara cerdas dan substansial.
Dalam konteks di atas, Abdurrahman mengingatkan ada
dua fenomena mengkhawatirkan yang harus diwaspadai oleh para pendidik muslim
dalam praktek penyelenggaraan pendidikan Islam yang muncul dari dualisme
kurikulum pendidikan. Pertama, muatan kurikulum baru berupa disiplin ilmu non keislaman akan mendapat
peluang durasi waktu yang lebih lama sehingga pelan tapi pasti akan menggusur essensial
Islamic science yang merupakan kurikulum inti pendidikan Islami. Kedua, adanya
gejala adopsi sistem pendidikan sekuler yang sangat kontra dengan jalan pikiran
Islam. Jika nilai-nilai sekuler ini berkecambah luas ditengah para pelajar maka
akan memberikan pengaruh besar dalam kelembagaan pendidikan Islam.
Antipati Abdurrahman terhadap sekularisme dalam
praktek pendidikan Islam menurutnya dikarenakan sekularime akan membuang
jauh-jauh agama dalam aspek-aspek tertentu dari kehidupan manusia dan lebih
mengkhususkan pendidikan hanya pada domain ilmiah.
6.
Metode pendidikan
Mengakhiri tulisannya, Abdurrahman mengulas secara detil tentang
signifikansi metode pendidikanyang tepat dalam menyampaikan materi
pendidikan agar sampai kepada tujuan yang diharapkan pendidikan itu sendiri.
Dan pembicaraan tentang metode tidak bisa lepas dari tugas guru. Ada tiga
bahasan utama yang dikajinya dalam bab ini. Pertama, hakekat metode dan
relevansinya dengan tujuan utama pendidikan Islam, yakni membentuk pribadi
orang beriman yang senantiasa siap sedia mengabdi kepada Allah Swt. Kedua, pentingpenelitian
tentang penerapan dan aktualisasi metode-metode instruksional yang merujuk kepada
al-Qur`an. Ketiga, berkenaan dengan pemberian motivasi atau disiplin
serta terma-terma al-Qur`an tentang ganjaran dan hukuman (reward and
punishment/tsawab dan ’iqab).
Ada beberapa metode yang dipilihkan Abdurrahman yang
menurutnya relevan dan bisa efektif digunakan dalam praktek pendidikan Islam
juga karena metode-metode ini dijelaskan secara eksplisit oleh al-Qur`an yaitu
: metode cerita dan ceramah, metode diskusi, Tanya jawab atau dialog, metode
perumpamaan atau metafora, metode simbolisme verbal dan metode hukuman dan
ganjaran.
Di akhir pembahasan tentang metode ini, Abdurrahman menyampaikan bahwa anak
didik dan pendidik adalah dua unsure pokok yang harus ada dalam proses
pendidikan. Peranan pendidik adalah penting karena keterlibatannya dalam bimbingan
aktivitas-aktivitas di sekolah yang mengacu kepada tujuan-tujuan yang
diidamkan. Pengaruh pendidik bagi anak didiknya itu datang melalui jalan
memberikan ide-ide yang dibangun bersama sebagaimana tingkah laku pribadinya.
Dan karena pengajaran merupakan aktivitas kependidikan, maka pendidik atau guru
harus member yang terbaik untuk memotivasi setiap anak didiknya dengan memilih
metode yang berguna.
BAB III
Penutup
A.
Kesimpulan
Demikian review singkat buku karya
Abdurrahman Saleh Abdullah ini. Gagasan-gagasan Abdurrahman yang tertuang dalam
buku ini menggambarkan dan mengingatkan para pemerhati dan pengelola pendidikan
Islami untuk tetap menjadikan al-Qur`an sebagai basis utama pendidikan Islami
dalam merumuskan teori, filsafat, tujuan, konsep ideal pendidik dan anak didik,
muatan kurikulum dan metode pendidikan Islami. Mengabaikan sistem pendidikan
berbasis al-Qur`an dan lebih membangga-banggakan sistem pendidikan yang
disodorkan barat dalam praktek pengelolaan lembaga-lembaga pendidikan Islam
merupakan sebuah ironi besar yang kini tengah dialami dunia Islam sendiri. Ini
menyebabkan pendidikan Islami masih terhimpit sistem pendidikan ala barat dan
masih mengalami kesulitan untuk maju dan dapat dibanggakan. Tugas kita bersama
untuk memecahkan problem besar pendidikan Islami ini.